Potensi besar bisnis budidaya jamur tiram telah menggiring banyak orang untuk menggelutinya. Salah satunya, Kaiman, produsen jamur tiram asal Desa Bulukandang, Pasuruan, Jawa Timur. Tak hanya membudidayakan jamur tiram, belakangan Kaiman mulai mengolahnya menjadi aneka makanan ringan.
Bisnis jamur tiram Kaiman berkibar lewat bendera Jatiman Food. Ia bilang, nama ini diberikan oleh salah seorang mahasiswa yang ia temui saat pelatihan di Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna (PPKS) tahun 2005 silam. Jatiman sendiri merupakan kepanjangan Jamur Tiram dari Jawa Timur si Pak Kaiman.
Sebelum menjadi pembudidaya jamur tiram, masa lalu pria paruh baya itu terbilang kelam. Ia hanya seorang supir dan juga tukang palak di desanya. Jalan hidupnya berubah setelah ia mengenal jamur tiram dan lalu diajak ikut serta temannya membudidayakan jamur ini.
Pria kelahiran Desa Bulukandang, Pasuruan, Jawa Timur ini, pernah mengenyam profesi sebagai supir truk untuk sekadar bertahan hidup. Sebagai pengemudi truk, ia kerap membawa hasil bumi dari desa-desa di Kabupaten Pasuruan ke luar kota, atau bahkan hingga ke luar Jawa Timur. "Selain jadi sopir, saya biasanya bermain judi bahkan bisa mencuri juga," ujar Kaiman.
Ketika masa sulit itulah, perangkat desa di tempatnya tinggal mengajak Kaiman mengikuti pelatihan budidaya jamur tiram pada 2005. Pelatihan itu diselenggarakan oleh Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna (PPKS). Ia pun menyambut baik tawaran itu. Peserta pelatihan itu terdiri dari beberapa kelompok kerja (pokja) dan Kaiman bergabung di dalam salah satu pokja.
Pelatihan itu berlangsung selama sekitar tiga bulan. Awalnya, ia tak yakin jamur tiram bisa membawa perubahan bagi kehidupan ekonomi keluarganya. Kendati begitu, ia tetap mengikuti setiap sesi pelatihan. Lambat laun, pikirannya mulai terbuka untuk mencoba usaha budidaya jamur tiram. Itulah yang kemudian mengawali langkahnya untuk berwirausaha.
Selesai mengikuti pelatihan, Kaiman langsung mencari modal dengan menggadaikan surat BPKP motornya. "Selain itu ada juga yang pinjam dari keluarga," ujarnya.
Kala itu, modal yang terkumpul tidak lebih dari Rp 500.000. Uang itu dipakainya buat membeli bibit jamur tiram dan baglog (media pembibitan jamur). Awalnya, ia hanya membudidayakan jamur tiram di rumah. Setelah panen, jamur tersebut ditawarkannya ke pasar-pasar di Pasuruan.
Masa-masa ini penuh dengan perjuangan. Soalnya, jamur tiram saat itu belum begitu populer. Untuk meyakinkan pembeli, ia pun perlu menjelaskan panjang lebar tentang manfaat mengonsumsi jamur tiram. "Waktu jualan di pasar, saya sampai harus membawa kertas dan spidol untuk bisa memberi keterangan bahwa jamur tiram ini bisa dibuat macam-macam," imbuh Kaiman.
Namun, Kaiman tidak patah arang. Pada 2006, ia kembali pelatihan kewirausahaan yang diadakan oleh PPKS di Pekanbaru, Riau. Di tempat pelatihan itu, ia bertemu dengan seorang peneliti jamur asal Belanda bernama Mr. Dwigth. Dari Dwigth ini, ia mendapat informasi tentang bibit jamur tiram unggul asal Thailand. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, sepulang dari Pekanbaru ia langsung memutuskan untuk membudidayakan jamur tersebut.
Hasilnya memang tidak mengecewakan. Kualitas jamur tiram asal Thailand ini memang lebih menjanjikan dengan rasa yang lebih enak dari jamur biasa. Ia pun memutuskan untuk terus membudidayakan jamur ini. Alhasil, sejak itu usaha budidaya jamurnya mulai bangkit, hingga menjadi seperti sekarang.
Saat ini, Kaiman membudidayakan jamur tiram di tiga wilayah yakni di Bali, serta di Desa Bulukandang dan Desa Dayurejo, Pasuruan. Untuk membudidayakan jamur tiram, Kaiman harus menyiapkan serbuk kayu sebagai media pembibitan jamur tiram. Ia mendatangkan serbuk kayu langsung dari Jember, Jawa Timur. Konon, serbuk kayu dari Serbuk kayu yang paling pas untuk proses pembibitan jamur tiram adalah yang tidak terlalu lembab dan juga tidak terlalu kering. Setiap pekan, Kaiman mendatangkan sekitar 5 ton-6 ton serbuk kayu.
Dari tiga lokasi budidaya jamur tiramnya, Kaiman sanggup memanen sekitar 5 kuintal-8 kuintal jamur tiram segar setiap hari. Dari bisnis ini, omzet Kaiman bisa mencapai Rp 300 juta - Rp 350 juta tiap bulannya dengan keuntungan bersih 30 persen, sisanya untuk biaya operasional.
Berkat bisnis ini pula, Kaiman bisa mempekerjakan 40 orang, yakni di Bali ada 20 orang karyawan dan di Pasuruan 20 orang karyawan. Ia mengatakan, permintaan jamur tiram segar paling banyak dari Surabaya dan Bali. Tapi, ia juga memasok ke daerah lain juga seperti Balikpapan. "Bahkan, saya juga ekspor ke Korea Selatan dan China juga," kata Kaiman.
Belakangan Kaiman tak hanya menjual jamur tiram segar. Ia juga mulai mengolah jamur tiram menjadi berbagai camilan ringan. Misal, keripik jamur goreng, keripik jamur tepung, kue kepang jamur dan kue lidah kucing jamur.
Membagi pengalaman
Kaiman kini dikenal sebagai sosok pengusaha yang cukup sukses di bidang usaha budidaya jamur tiram. Karena kesuksesannya itu pula, ia kerap diundang untuk berbagi pengalaman seputar usaha budidaya jamur tiram.
Bahkan, Kaiman juga beberapa kali ke Timor Leste guna membagikan ilmunya kepada masyarakat setempat yang ingin mengembangkan usaha jamur tiram seperti dirinya. Kaiman bilang, sepanjang tahun ini telah dikontrak oleh Dinas Pertanian Timor Leste. "Saya diminta mengajari petani di negara tersebut seputar usaha budidaya jamur tiram," ujarnya.
Guna memenuhi kontrak tersebut, saban bulan ia harus terbang ke wilayah yang pernah menjadi bagian dari Indonesia itu.
Di luar itu, ia juga masih kerap diundang untuk tampil sebagai pembicara. Bahkan, Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna (PPKS) juga sering memintanya menjadi pembicara dalam beberapa pelatihan budidaya jamur tiram.
Ia mengaku senang jika diminta menjadi pembicara. "Senang karena bisa bantu petani juga," ujarnya.
Di sela kesibukannya sebagai pembicara, ia juga tetap fokus membesarkan usahanya. Bahkan, ia mulai membudidayakan jamur kuping juga. Ia mengatakan, telah mengekspor jamur kuping ke sejumlah negara, seperti China dan Korea Selatan. Menurutnya, permintaan jamur kuping di dua negara itu tergolong tinggi.
Potensi permintaannya dalam sebulan mencapai 10 ton. Namun, Kaiman baru bisa mengekspor lima sampai delapan kuintal. Selain China dan Korea, permintaan jamur kuping juga datang dari Vietnam. Jumlahnya mencapai lima ton per bulan.
Ekspor jamur itu tidak dilakukannya langsung, melainkan melalui distributor. "Kami ekspor kering, kalau segar bisa busuk di jalan," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar